CARA BERTAUBAT DARI GHIBAH

🎙Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah

PERTANYAAN:
“Telah terjadi padaku yaitu menggunjing sekelompok dari sahabatku dan aku sangat menyesali hal ini. Sementara saat ini aku tidak bisa untuk pergi menemui mereka di majelis untuk memuji mereka dengan (menyebut) amalan-amalan kebaikan mereka yang mereka tegakkan.

Lalu apakah ada taubat untukku atau suatu amal yang mampu aku lakukan untuk menghapus dosa perbuatanku ini?”

JAWABAN:

“Taubatmu adalah meminta kehalalan dari mereka. Kamu kabarkan kepada mereka apa yang kamu sebutkan tentang mereka. Dan kamu meminta agar mereka memaafkanmu.

Dan inilah yang teranggap obat yang sempurna.

👉🏻 Adapun jika hal tersebut tidak mungkin(dilaksanakan) dan kamu khawatir akan menambah rusak hubunganmu dengan mereka maka yang mesti dilakukan adalah engkau menghadiri majelis-majelis yang kamu mencela mereka di dalamnya dan kamu memberi pujian dengan suatu (kebaikan) yang ada pada mereka, tanpa berlebihan dan menambah.”

📖 Fataawa ‘alath Thariq fi Masaail Mutanawwi’ah, Al-‘Utsaimin, hal. 714.

==================

Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah –rahimahullah- berkata:

“Apakah cukup dalam taubat dari menggunjing dengan memohonkan ampunan untuk yang digibahi atau mesti untuk mengumumkan dan meminta kehalalan(maaf)nya?

☝🏻Pendapat yang benar bahwa tidak butuh untuk mengumumkannya.

Bahkan cukup dengan memohonkan ampunan baginya dan menyebutkan kebaikan-kebaikannya di tempat-tempat yang kamu menggunjingnya.

Dan pendapat ini adalah pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan yang lainnya.

Orang-orang yang berpandangan “mesti untuk mengumumkannya”, mereka menjadikan ghibah semisal hak-hak dalam harta –sedangkan perbedaan keduanya sangat jelas, karena hak-hak dalam harta diambil mafaatnya oleh orang yang dizhalimi dengan dikembalikan kepadanya semisal nilai kezaliman padanya. Kemudian apabila ia menginginkan maka ia mengambilnya (haknya yang dizalimi) dan jika tidak maka ia menyedekahkannya-.

❗Adapun dalam hal ghibah maka yang demikian itu tidaklah mungkin. 

Dan tidak akan dihasilkan untuknya dengan diumumkannya  KECUALI akan bertentangan dengan tujuan syariat; karena (pengumuman itu) akan menyalakan kemarahan di dada orang yang digunjing. Dan ia akan terusik apabila mendengar apa yang dituduhkan kepadanya. Bisa jadi akan melekat permusuhannya dan tidak bisa melepaskannya selamanya.

Dan jika demikian ini jalannya, maka Pembuat syariat yang Maha Hikmah TIDAK akan pernah membolehkan dan mengizinkannya, apalagi sampai mewajibkan dan memerintahkannya sementara poros syariat adalah menolak terjadinya kerusakan dan meminimalkannya BUKAN malah membuat dan menggenapkan  kerusakan."

Dan Allah Ta’ala Yang Maha Mengetahui.”

📖 Al-Waabilush Shayyib, Ibnul Qayyim, hal. 748 – 749.

Alih bahasa: al Ustadz Abu Yahya al Maidany

Tidak ada komentar