PEDULI DENGAN KESULITAN ORANG LAIN
▪️ ••┈┈✺ ﷽ ✺┈┈•• ▪️
Dari sahabat mulia Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
📚 HR. Muslim, no.2699
Seorang ibu meminta anaknya yang masih kecil untuk membantunya. Anak yang masih kecil itu diminta membantunya dengan mengambilkan sejumput garam di tempat bumbu-bumbu masak di dapur. Pada kesempatan lain, anaknya yang masih belia itu diminta untuk mengambilkan sapu. Hari demi hari sang anak selalu dilibatkan untuk membantu orang tuanya walau masih sebatas tugas-tugas yang tergolong ringan dan mampu dilakukan sang buah hati.
"Nak, tolong ambilkan bawang goreng di meja makan." Permohonan orang tua agar sang belahan hati membantu dirinya, merupakan bentuk perbuatan meringankan orang lain.
Sejak kecil sang anak telah dididik untuk bisa membantu orang lain. Kebiasaan untuk membantu orang lain telah ditanamkan sejak usia belia. Saat sang anak telah tumbuh dewasa, tentu diharapkan bisa membantu meringankan kesulitan orang lain dalam skala lebih luas.
Gemar membantu, menolong, peduli dengan kesusahan orang di sekitarnya, gercep (gerak cepat) untuk mengulurkan tangan terhadap orang di sekitarnya yang tengah memiliki gawe merupakan satu bentuk ketajaman rasa peduli untuk membantu orang lain. Sehingga, kesulitan orang yang ia bantu menjadi sirna atau dirasa lebih ringan. Biiznillah (dengan izin Allah).
Bila sang anak telah dilatih untuk memiliki kecerdasan sosial yang terasah, diharapkan jiwa sosial yang ada padanya tumbuh secara sehat. Perkembangannya tidak dihambat oleh orang di sekitarnya yang selalu mengedepankan egonya, enggan berkorban untuk kepentingan yang lain dan tumpul kecerdasan sosialnya.
Menjalankan butir faidah hadits di atas, tentu memerlukan kecerdasan. Tak semata kecerdasan dalam menghapal matan (redaksi) hadits di atas, lebih dari itu cerdas dalam mengimplementasikan dalam bentuk aksi (perbuatan atau amal).
Perlu, melatih, membiasakan dan menanamkan pada diri anak untuk berempati dengan lingkungannya. Sang anak disiapkan untuk bisa menerjemahkan redaksi hadits di atas dalam bentuk amal nyata. Mengapa? Karena, akan terkait kehidupannya di hari kiamat nanti.
Inilah pendidikan yang senyatanya. Tak semata hanya untuk kepentingan dunia. Namun, menembus batas-batas keduniaan untuk kepentingan yang lebih dahsyat, kepentingan di hari kiamat nanti.
Ya Allah Rabb kami, bantulah kami agar bisa melaksanakan akhlak mulia para nabi dan rasul-Mu. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
🌴🌾🍃🌾🌴🌾🍃🌾🌴🌾🍃
✍️ Mutiara Faidah :
Al-Ustadz Ayip Syafruddin hafidzahullah
#faidah #ayat #hadits #tafsir
•••┈••••○❁ 🌺 ❁○••••┈•••
Dari sahabat mulia Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَومِ القِيَامَةِ
"Barangsiapa menghilangkan satu kesulitan seorang mukmin dari kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan menghilangkan baginya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan hari kiamat."
📚 HR. Muslim, no.2699
Seorang ibu meminta anaknya yang masih kecil untuk membantunya. Anak yang masih kecil itu diminta membantunya dengan mengambilkan sejumput garam di tempat bumbu-bumbu masak di dapur. Pada kesempatan lain, anaknya yang masih belia itu diminta untuk mengambilkan sapu. Hari demi hari sang anak selalu dilibatkan untuk membantu orang tuanya walau masih sebatas tugas-tugas yang tergolong ringan dan mampu dilakukan sang buah hati.
"Nak, tolong ambilkan bawang goreng di meja makan." Permohonan orang tua agar sang belahan hati membantu dirinya, merupakan bentuk perbuatan meringankan orang lain.
Sejak kecil sang anak telah dididik untuk bisa membantu orang lain. Kebiasaan untuk membantu orang lain telah ditanamkan sejak usia belia. Saat sang anak telah tumbuh dewasa, tentu diharapkan bisa membantu meringankan kesulitan orang lain dalam skala lebih luas.
Gemar membantu, menolong, peduli dengan kesusahan orang di sekitarnya, gercep (gerak cepat) untuk mengulurkan tangan terhadap orang di sekitarnya yang tengah memiliki gawe merupakan satu bentuk ketajaman rasa peduli untuk membantu orang lain. Sehingga, kesulitan orang yang ia bantu menjadi sirna atau dirasa lebih ringan. Biiznillah (dengan izin Allah).
Bila sang anak telah dilatih untuk memiliki kecerdasan sosial yang terasah, diharapkan jiwa sosial yang ada padanya tumbuh secara sehat. Perkembangannya tidak dihambat oleh orang di sekitarnya yang selalu mengedepankan egonya, enggan berkorban untuk kepentingan yang lain dan tumpul kecerdasan sosialnya.
Menjalankan butir faidah hadits di atas, tentu memerlukan kecerdasan. Tak semata kecerdasan dalam menghapal matan (redaksi) hadits di atas, lebih dari itu cerdas dalam mengimplementasikan dalam bentuk aksi (perbuatan atau amal).
Perlu, melatih, membiasakan dan menanamkan pada diri anak untuk berempati dengan lingkungannya. Sang anak disiapkan untuk bisa menerjemahkan redaksi hadits di atas dalam bentuk amal nyata. Mengapa? Karena, akan terkait kehidupannya di hari kiamat nanti.
Inilah pendidikan yang senyatanya. Tak semata hanya untuk kepentingan dunia. Namun, menembus batas-batas keduniaan untuk kepentingan yang lebih dahsyat, kepentingan di hari kiamat nanti.
Ya Allah Rabb kami, bantulah kami agar bisa melaksanakan akhlak mulia para nabi dan rasul-Mu. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
🌴🌾🍃🌾🌴🌾🍃🌾🌴🌾🍃
✍️ Mutiara Faidah :
Al-Ustadz Ayip Syafruddin hafidzahullah
#faidah #ayat #hadits #tafsir
•••┈••••○❁ 🌺 ❁○••••┈•••