DAKWAH ILALLAH DAN AKHLAQ SEORANG DA'I BAG :III


Poin Ketiga :

Penjelasan tentang hal yang didakwahkan



Adapun tentang sesuatu yang didakwahkan, maka wajib bagi para da’i untuk menerangkannya kepada manusia sebagaimana para rasul ’alaihimush Sholatu was Salam menerangkannya. Ia adalah dakwah kepada jalan Allah yang lurus, ia adalah Islam dan ia adalah agama Allah yang haq. Inilah dia kedudukan dakwah itu, sebagaimana Allah Subhanahu :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu” (QS an-Nahl : 125)

Sabilullah (jalan Allah) Azza wa Jalla adalah Islam, Shirathal Mustaqim (jalan yang lurus) dan agama Allah yang Ia mengutus nabi-Nya Muhammad ’alaihish Sholatu was Salam dengannya, inilah hal yang wajib didakwahkan, bukannya dakwah mengajak kepada madzhab Fulan ataupun pendapat Fulan, namun dakwah kepada agama Allah dan kepada jalan Allah yang lurus, yang Allah mengutus dengannya nabi dan kesayangan-Nya Muhammad ’alaihish Sholatu was Salam. Ia adalah apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur`an Al-’Azhim dan As-Sunnah al-Muthohharoh yang tsabit (tetap/shahih) dari Rasulullah ’alaihish Sholatu was Salam.

Yang terutama dari ini semua adalah dakwah kepada Aqidah Shahihah (yang benar), dakwah kepada ikhlash lillah dan pentauhidan kepada-Nya di dalam ibadah, mengimani Allah dan rasul-rasul-Nya dan mengimani hari akhir dan semua yang Allah dan Rasul-Nya beritakan. Inilah asas jalan yang lurus, yaitu dakwah kepada syahadat Laa Ilaaha illahahu wa anna Muhammadar Rasulullah, yang artinya dakwah kepada pentauhidan Allah dan ikhlas hanya untuk-Nya, mengimani Allah dan rasul-rasul-Nya ’alaihimush Sholatu was Salam.

Masuk ke dalam bagian ini adalah dakwah untuk mengimani semua yang diberitakan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi, berita tentang akhirat, kejadian akhir zaman dan selainnya. Masuk juga ke dalam bagian ini adalah dakwah kepada hal-hal yang diwajibkan oleh Allah berupa pelaksanaan sholat, penunaian zakat, puasa ramadhan dan haji... dan selainnya.

Juga masuk ke dalam bagian ini adalah dakwah kepada jihad fi sabilillah dan amar ma’ruf nahi munkar serta menerima semua yang disyariatkan Allah, baik di dalam thoharoh, sholat, mu’amalah, pernikahan, tholaq (perceraian), sanksi hukum (kejahatan), nafaqoh, peperangan, perdamaian dan semuanya.

Karena agama Allah Azza wa Jalla adalah agama yang komprehensif, yang mengandung kemaslahatan bagi hamba baik di dunia maupun akhirat, yang mencakup semua yang dibutuhkan manusia dari urusan agama dan dunia mereka. Agama ini menyeru kepada akhlak yang mulia dan perbuatan yang baik serta melarang dari akhlak yang tercela dan perbuatan yang buruk. Agama ini adalah agama ibadah dan qiyadah (kepemimpinan) yang menjadikan penganutnya sebagai seorang abid (ahli ibadah) dan qo’id (pemimpin) pasukan.

Agama ini adalah ibadah dan hukum, menjadikan penganutnya seorang ’abid yang menegakkan sholat dan berpuasa juga menjadikannya sebagai seorang hakim yang memutuskan dengan syariat Allah dan melaksanakan hukum-hukum-Nya Azza wa Jalla.

Agama ini adalah ibadah dan jihad, yang menyeru kepada Allah dan berjihad di jalan Allah memerangi orang yang keluar dari agama Allah.

Agama ini adalah siyasah (politik) dan ijtima’ (persatuan), yang menyeru kepada akhlak yang terpuji dan ukhuwwah imaniyah (persaudaraan atas dasar keimanan), yang menghimpun kaum muslimin dan menyatukan mereka, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

”Berpegangteguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah dan janganlah berpecah belah.”

Agama Allah menyeru kepada persatuan dan siyasah (politik) yang lurus lagi bijaksana, yang mempersatukan bukan yang memecah belah, yang mengeratkan (hati) bukan yang menjauhkan, dakwah yang menyeru kepada kemurnian hati dan menghormati persatuan Islamiyah, saling tolong menolong di dalam kebajikan dan ketakwaan serta menasehati untuk Allah dan bagi hamba-hamba-Nya.

Agama ini juga menyeru untuk menunaikan amanah dan berhukum dengan syariat serta meninggalkan berhukum selain dengan hukum Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firman Allah Subhanahu :

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS an-Nisaa` : 58)

Agama ini juga merupakan agama yang mengatur siyasah dan iqtishad (sistem ekonomi). Sebagaimana agama ini mengatur siyasah, peribadatan dan jihad, agama ini juga menyeru kepada sistem ekonomi syar’i yang mutawasith (pertengahan), tidak seperti sistem kapitalisme yang menindas lagi zhalim, tidak mempedulikan keharaman dan mengumpulkan harta dengan segala cara dan segala jalan.

Tidak pula seperti sistem sosialisme yang komunis yang tidak menghargai harta manusia dan tidak mempedulikan tindakan pemerasan, kezhaliman dan permusuhan terhadap mereka. Sistem Islam bukanlah sistem ini dan ini, namun Islam adalah sistem yang pertengahan diantara dua bentuk sistem perekonomian tersebut, pertengahan diantara dua metode dan yang haq diantara dua kebatilan.

Orang barat (Eropa) begitu mengagungkan harta dan berlebih-lebihan di dalam mencintai dan mengumpulkannya, sampai-sampai mereka mengumpulkan harta dengan segala cara dan berjalan di atas apa yang diharamkan Allah Azza wa Jalla. Sedangkan masyarakat timur yang komunis seperti Soviet dan negara lainnya yang mengikuti metode mereka, tidak menghargai harta manusia. Mereka merampas dan menghalalkannya dan mereka tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan. Mereka memperbudak rakyat dan menindas bangsa, serta mengkufuri Allah dan mengingkari agama.

Mereka mengatakan : “Tuhan itu tidak ada dan dunia ini hanyalah materi”, sehingga mereka tidak peduli dengan harta dan tidak menaruh perhatian dengan mengambil harta tidak pada tempatnya. Mereka juga tidak menaruh perhatian dengan sarana-sarananya yang dapat melanggengkan dan menguasai harta, yang mempersatukan manusia dengan apa yang Allah ciptakan bagi mereka berupa haknya untuk memperoleh dan memanfaatkan hasil usahanya, dan memetik faidah dari kemampuan mereka dan akal mereka, serta anugerah yang Allah berikan padanya berupa alat perkakas. Tidak pula begini dan begini…

Islam datang mengajarkan untuk memelihara harta dan mengusahakannya dengan cara-cara yang syar’i, jauh dari kezhaliman, penipuan dan riba, dan jauh dari perbuatan zhalim dan aniaya terhadap manusia. Islam juga mengajarkan penghormatan terhadap kepemilikan (properti) pribadi maupun bersama.

Islam itu pertengahan di antara dua aturan, dua sistem dan dua metode yang menindas. Islam membolehkan (memiliki) harta dan mengajak padanya, menyeru untuk mengusahakannya dengan cara-cara yang bijaksana, tanpa menyibukkan orang yang berusaha memperolehnya dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan dari memenuhi kewajiban Alloh atasnya. Oleh karena itulah Allah Azza wa Jalla berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta diantara kalian dengan cara yang batil.”

Nabi ‘alaihish Sholatu was Salam bersabda :

كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

“Setiap muslim dengan muslim lainnya, haram darah, harta dan kehormatannya.”

Dan sabda beliau :

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَافِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian, haram atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini, di bulan kalian ini dan di negeri kalian ini.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

“Sungguh salah seorang diantara kalian mengambil pengikatnya dan datang dengan seikat kayu bakar yang dipanggul di atas punggungnya kemudian menjualnya, dan memenuhi kebutuhannya dengannya adalah lebih baik baginya ketimbang minta-minta kepada manusia yang ada memberinya dan ada yang tidak memberinya.”

Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam pernah ditanya :

أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ

”Pekerjaan apa yang paling baik?” Beliau menjawab : “Seorang lelaki yang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur (baik)”

Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda :

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا أَفْضَلَ مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَكانَ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام  يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidak ada seorang yang memakan makanan lebih baik daripada orang yang memakan dari hasil jerih payah tangannya sendiri, dahulu Nabiyullah Dawud memakan dari hasil jerih payah tangannya sendiri.”

Dari sini menjadi jelas bagi kita, bahwa sistem Islam tentang (pengaturan) harta adalah sistem yang pertengahan, bukan sistem kapitalis yang zhalim dari Barat dan para pengikutnya, dan bukan pula sistem sosialis komunis yang membolehkan penjarahan harta dan menyia-nyiakan kehormatan pemiliknya dan mereka tidak peduli, mereka memperbudak bangsa dan meniadakan (hak kepemilikan) harta serta menghalalkan apa yang diharaman Allah.

Padahal, apa yang anda usahakan dan anda cari dengan cara-cara yang syar’i maka itu adalah hak anda. Anda lebih utama sebagai pemilik harta dari jerih payah yang anda cari dengan jalan yang disyariatkan oleh Allah, dan Allah Azza wa Jalla sendirilah yang membolehkannya.

Islam juga turut menyeru kepada persaudaraan atas dasar iman (Ukhuwah Imaniyah), menyeru kepada nasehat bagi Allah dan hamba-hamba-Nya serta menyeru kepada penghormatan muslim terhadap saudaranya, tanpa ada rasa dengki, iri hati, penipuan dan khianat serta akhlak-akhlak tercela lainnya, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

“Kaum mukmin dan mukminat, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian lainnya.”

Allah Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Sesungguhnya, orang-orang yang beriman itu bersaudara.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ

”Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak menzhaliminya, mencemoohnya dan tidak pula menghinakannya.”

Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Wajib atasnya menghormati saudaranya dan tidak mencemoohnya. Wajib atasnya bersikap adil padanya dan menunaikan haknya dalam semua aspek yang telah Allah Azza wa Jalla syariatkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

”Mukmin yang satu dengan mukmin lainnya bagaikan satu bangunan yang satu dengan lainnya saling menguatkan.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ أَخيه الْمُؤْمِنِ

”Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang mukmin.”

Maka anda wahai saudaraku, adalah cermin bagi saudara anda. Anda adalah salah satu bagian dari batu bata yang dengannya akan berdiri bangunan persaudaraan di atas dasar iman (ukhuwwah imaniyyah). Maka bertakwalah di dalam hak saudara anda, ketahuilah haknya dan berinteraksilah dengannya dengan kebenaran, nasehat dan kejujuran.

Anda haruslah mengambil Islam itu secara keseluruhan, jangan mengambil satu sisi namun meninggalkan sisi lainnya. Jangan mengambil masalah aqidah namun anda tinggalkan masalah hukum dan amal. Jangan mengambil masalah amal dan hukum namun anda tinggalkan masalah aqidah. Namun, ambillah Islam secara keseluruhan, ambillah aqidah, amalan, ibadah, jihad, persatuan, politik, sistem ekonomi dan selainnya. Ambillah semua aspeknya sebagaimana firman Allah Subhanahu :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama (Islam) secara keseluruhan. Dan janganlah kalian menuruti langkah-langkah syaithan karena sesungguhnya syaitah itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Sekelompok ulama salaf berkata menjelaskan makna ayat di atas : Masuklah kalian ke dalam agama (as-Silmi = kedamaian) dalam semua hal, yaitu ke dalam Islam. Dikatakan Islam itu memiliki makna silm (damai/selamat), karena Islam itu merupakan jalan keselamatan dan jalan kesukesan di dunia dan akhirat, yaitu Silm dan Islam. Islam itu mengajak kepada as-Silm (kedamaian) dan mengajak kepada perlindungan darah dengan hal-hal yang disyariatkan berupa hudud, qishash dan jihad syar’i yang benar. Ia adalam silm dan Islam serta Amnu (keamanan) dan Iman. Untuk itulah Allah Jalla wa ’Ala berfirman :

ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً

”Masuklah kalian ke dalam agama (Islam) secara keseluruhan.”

Yaitu, masuklah kalian ke dalam keseluruhan cabang-cabang iman, janganlah kalian mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian lainnya. Wajib bagi kalian mengambil Islam secara keseluruhan.

وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ

”Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithan.”

Yaitu, kemaksiatan yang Allah Azza wa Jalla telah mengharamkannya karena sesungguhnya syaithan itu mengajak kepada kemaksiatan dan mengajak untuk menginggalkan agama secara keseluruhan. Ia (syaithan) adalah musuh yang paling memusuhi, oleh karena itulah wajib bagi seorang muslim untuk berkomitmen dan berpetunjuk dengan Islam secara keseluruhan dan berpegang teguh dengan tali Allah Azza wa Jalla serta berhati-hati dari sebab-sebab perpecahan dan perselisihan dalam semua bentuknya.

Wajib bagi anda berhukum dengan syariat Allah, baik di dalam ibadah, mu’amalah, nikah dan tholaq (perceraian), nafaqoh, ar-Rodho’ (persusuan), perdamaian dan peperangan, (bersikap terhadap) musuh dan teman, jinayah (sanksi hukum pelanggaran) dan semua hal.

Agama Allah mewajibkan untuk berhukum dalam segala hal. Jauhilah oleh anda sikap memberikan loyalitas kepada saudara anda dikarenakan ia menyetujuimu dalam suatu hal dan anda memusuhi orang lain hanya karena dirinya menyelisihi anda dalam beberapa pemikiran atau masalah. Karena hal ini bukanlah termasuk sikap inshaf (adil).

Para sahabat radhiyallahu ’anhum pernah berselisih di dalam beberapa masalah, walau demikian hal ini tidak mempengaruhi mereka di dalam persahabatan, muwalah (loyalitas) dan mahabbah (kecintaan) diantara mereka radhiyallahu ’anhum wa ardhohum.

Seorang yang beriman, dia akan beramal menurut syariat Allah dan beragama dengan cara yang benar serta mempersembahkannya kepada setiap orang dengan dalil. Kendati demikian, ia tidak boleh menjadikan hal ini untuk menzhalimi saudaranya dan bersikap tidak adil padanya apabila saudaranya itu menyelisihi pendapatnya di dalam permasalahan ijtihadiyah yang seringkali dalilnya masih samar.

Demikian pula di dalam permasalahan yang acap kali perselisihannya disebabkan oleh penakwilan nash, maka terkadang ia perlu diberi ’udzur (dimaklumi kesalahannya). Yang wajib bagi anda adalah menasehatinya dan mencintai kebaikan yang ia miliki, janganlah anda menjadikan hal ini sebagai alasan untuk bermusuhan dan bertikai dengannya, yang hal ini menyebabkan musuh anda dan musuh saudara anda menjadi semakin kuat, La haula wa laa quwwata illa billah.

Islam adalah agama keadilan dan agama yang menghukumi dengan al-Haq dan al-Ihsan (kebaikan) serta agama persamaan, melainkan yang Allah Azza wa Jalla perkecualikan (dari persamaan tersebut). Islam mengajarkan untuk berdakwah kepada setiap kebaikan, berdakwah kepada akhlak yang mulia dan amal yang baik, kepada sikap inshaf dan keadilan serta jauh dari setiap perangai yang tercela. Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS an-Nahl : 90)

Dan firman-Nya Ta’ala ;

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”





Kesimpulan :

Merupakan kewajiban bagi setiap da’i islam untuk berdakwah menyeru kepada Islam secara keseluruhan dan tidak memecah belah manusia, tidak menjadi orang yang fanatik (muta’ashshib) kepada madzhab tertentu, atau kabilah tertentu, atau fanatik kepada syaikhnya, atau kepada pemimpinnya, atau selainnya. Namun yang wajib baginya adalah menjadikan tujuannya adalah untuk menetapkan kebenaran dan menjelaskannya, menjadikan manusia lurus berada di atas kebenaran, walaupun menyelisihi pendapat Fulan atau Fulan atau Fulan.

Tatkala orang yang fanatik terhadap suatu madzhab mulai tumbuh berkembang di tengah masyarakat, dan mengatakan bahwa sesungguhnya madzhabnya Fulan lebih utama ketimbang madzhabnya Fulan, maka datangnya perpecahan dan perselisihan. Sampai-sampai hal ini mulai menguasai manusia dan menyebabkannya tidak mau lagi sholat bersama orang yang berbeda madzhab dengannya. Seorang Syafi’iy tidak mau sholat di belakang Hanafiy, seorang Hanafiy tidak mau sholat di belakang Maliki dan tidak pula di belakang Hanbali, dan demikianlah hal ini terjadi pada sebagian orang yang berlebih-lebihan lagi fanatik. Hal ini termasuk bala` (malapetaka) dan bagian dari mengikuti langkah-langkah syaithan.

Para imam pembawa petunjuk seperti Syafi’i, Malik, Ahmad, Abu Hanifah, Auza’i, Ishaq bin Rahawaih dan selain mereka, mereka semua adalah para imam pembawa petunjuk dan penyeru kebenaran. Mereka menyeru manusia kepada agama Allah dan mengarahkan mereka kepada kebenaran. Ada beberapa masalah yang terjadi di tengah-tengah mereka yang mereka perselisihkan, yang disebabkan masih tersamarnya dalil pada sebagian mereka. Namun mereka berada di antara seorang mujtahid yang benar ijtihadnya dan mendapatkan dua pahala dengan seorang mujtahid yang keliru menyelisihi kebenaran namun mendapatkan satu pahala.

Maka wajib bagi anda mengetahui kedudukan dan keutamaan mereka, mendoakan rahmat bagi mereka dan mengakui bahwa mereka adalah para imam Islam dan du’atul huda (para penyeru kepada petunjuk). Namun, hal ini tidaklah sampai menyebabkan anda menjadi ta’ashshub (fanatik) dan taqlid buta, sampai-sampai anda berpendapat bahwa madzhab Fulan lebih utama di dalam kebenaran dalam segala sesuatunya, atau madzhab Fulan lebih utama di dalam kebenaran pada tiap segala sesuatunya tanpa ada kesalahan. Tidak, ini sungguh merupakan kesalahan!

Wajib bagi anda menerima kebenaran dan mengikutinya apabila telah jelas dalilnya walaupun menyelisihi Fulan dan Fulan. Janganlah anda bersikap fanatik dan bertaqlid buta, namun kenalilah keutamaan dan kedudukan para imam tersebut, dengan tetap disertai sikap hati-hati untuk menjaga diri anda dan agama anda.

Maka ambillah yang benar dan ridha-lah dengannya, tunjukilah kepadanya apabila ada orang yang meminta kepada anda. Takutlah anda kepada Allah dan bermuroqobah-lah (merasa diawasi) kepada-Nya Jalla wa ’Ala serta bersikap adillah dengan diri anda disertai dengan keyakinan bahwa kebenaran itu hanyalah satu, dan bahwasanya ulama mujtahid apabila mereka benar, mereka mendapatkan dua pahala dan apabila merela salah mendapatkan satu pahala. Mereka yang saya maksudkan adalah ulama mujtahid ahlus sunnah, ahlul ilmi, ahlul iman dan ahlul huda, sebagaimana telah shahih berita dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam tentang hal ini.



Maksud dan Tujuan Dakwah

Adapun maksud dan tujuan dakwah, diantaranya adalah untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, menunjuki mereka kepada kebenaran sampai mereka mau menerimanya, sehingga mereka akan selamat dari neraka dan murka Allah. Mengeluarkan seorang yang kafir dari kegelapan kekafiran kepada cahaya dan petunjuk, mengeluarkan seorang yang jahil dari kegelapan kejahilan kepada cahaya ilmu dan mengeluarkan seorang yang bermaksiat dari kegelapan kemaksiatan kepada cahaya ketaatan. Inilah maksud dari dakwah, sebagaimana firman Allah Jalla wa ’Ala :

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ

”Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” (QS al-Baqoroh : 257)

Para Rasul diutus untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Demikian pula dengan para du’at (penyeru) kebenaran, mereka menegakkan dakwah dan antusias di dalam melaksakannya adalah dalam rangka untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, menyelamatkan mereka dari siksa neraka dan dari ketaatan kepada syaithan, serta menyelamatkan manusia dari ketaatan kepada hawa nafsu menuju ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.