PETAKA TETANGGA BAG II


Al Ustadz Abu Umar Ibrahim

 “ Tidak ada kebaikan padanya . Dia termasuk penduduk neraka.”              
 (HR. Imam Al Bukhori)

Pada kesempatan kali ini ingin kami sampaikan penjelasan berkaitan dengan hadits yang telah lewat pada bahagian yang pertama.
Batasan Tetangga
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin ranimahulloh berkata, “ Tetangga adalah orang yang bertempat tinggal berdampingan dengan Anda atau berjarak dekat dengan rumah Anda. Telah diriwayatkan dalam sebagian atsar bahwa tetangga adalah (penghuni) empat puluh rumah dari setiap penjuru (depan, belakang, dan samping kanan, samping kiri) rumah kita. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang bertempat tinggal berdampingan dengan rumah kita adalah bertetangga. Adapun yang lebih jauh daripada itu, apabila memang riwayat-riwayat tentangnya shohih dari Nabi صلى الله عليه وسلم , itulah yang benar. Namun jika riwayatnya tidak shohih, hal itu dikembalikan kepada ‘urf (kebiasaan yang berlaku di masyarakat setempat). Siapa saja yang dianggap oleh masyarakat sebagai tetangga, dia adalah tetangga.” (Syarah Riyadhish Sholihin 2/202, cet. Darul Kutub al ‘Ilmiyyah)

Urgensi Tetangga
Setiap insan yang hidup bermasyarakat tidak terlepas dari tetangga. Bersanding dengan tetangga yang baik adalah dambaan dan kebahagiaan tersendiri bagi kita.
Bahkan, peran dan perhatian mereka dalam kehidupan terkadang lebih besar daripada karib kerabat kita yang jauh rumahnya.
Bagaimana tidak ? ....Tetanggalah yang paling tahu akan kondisi kita: suka dan duka kita, kelapangan dan kesusahan kita. Ketika kita sedang membutuhkan bantuan, tetangga dekatlah yang akan menolong.
Jika kita sakit, merekalah yang pertama kali menjenguk. Jika ada yang meninggal, tetanggalah yang pertama kali mengetahui dan  mengurus jenazahnya.
Masyaa Alloh  ........, demikian besar peran tetangga dalam kehidupan seseorang.
Mereka begitu dekat dengan kita. Pantas saja apabila Malaikat Jibril   selalu berwasiat kepada Rosululloh
agar berbuat baik kepada tetangga, sampai beliau menduga bahwa tetangga akan menjadi ahli waris bagi tetangga  yang  lainnya.
Hal ini mengingatkan kita akan sabda Rosululloh  صلى الله عليه وسلم
مَا زَالَ جِبْرِيْلوُ يُوصِيْنيْ بِاْلجَارِحَتَّى ظَنَنْتُ اَنَّهُ سَيُوَرِّثُه
" Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga, sampai-sampai aku menduga bahwa dia (tetangga) akan dijadikan sebagai ahli waris." (HR. Al Bukhori-Muslim)


     

Faedah Hadits
Betapa besar faedah dari apa yang telah disampaikan oleh Muhammad صلى الله عليه وسلم , diantaranya adalah haramnya mengganggu dan menzalimi tetangga, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Contoh mengganggu dengan ucapan adalah mencela atau memaki, mengucapkan ucapan yang buruk dan menyakiti serta menyinggung perasaan mereka, memperdengarkan suara yang bisa mengganggu, seperti berteriak keras(kencang).
Semua itu tidak halal dilakukan, meskipun yang diperdengarkan adalah bacaan Al-Qur’an, jika suaranya keras dan sampai mengganggu tetangga. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin رحمه الله  dalam Syarh Riyadhish Sholihin.
Renungkanlah ........ ! hafizhakumulloh.
Walaupun yang kita baca adalah ucapan yang terbaik, yaitu Kalamulloh, Al-Qur’an al-Karim, kalau sampai suara kita mengganggu tetangga, tetap saja dilarang, apalagi jika yang diperdengarkan adalah ucapan yang buruk atau suara yang jelas-jelas diharamkan oleh Alloh تعالى , seperti suara alat musik dan nyanyian.
Contoh mengganggu tetangga dengan perbuatan adalah membuang sampah di sekitar rumahnya, menghalangi atau mempersempit jalan masuk, menyirami atau mencuci kendaraan sampai air masuk ke area rumahnya, merusak barang miliknya, merampas tanahnya, menyakiti anaknya, menipunya, atau yang lebih parah lagi mencuri barang miliknya dan menzinai istrinya. Na’udzubillah min dzalik.
Pada suatu hari Rosululloh bertanya kepada para shohabat tentang zina. Para shohabat menjawab, “Itu adalah haram. Alloh dan Rosul-Nya telah mengharamkanya.”
Beliau lalu bersabda, “Sungguh, jika seseorang menzinai sepuluh wanita (yang bukan tetangganya), itu masih lebih ringan baginya daripada dia menzinai istri tetangganya.”
Rosululloh  bertanya pula tentang mencuri. Para shohabat pun menjawab, “Itu haram. Alloh dan Rosul-Nya telah mengharamkanya. “
Rosululloh  bersabda, “Sungguh jika dia mencuri dari sepuluh rumah (yang bukan rumah tetangganya), itu lebih ringan baginya daripada dia mencuri dari rumah tetangganya.” (HR. Al-Bukhori dalam al-Adabul Mufrod, dinilai shohih oleh al-Imam al-Albani  dalam Shohih al-Adabil Mufrod).
Petaka bagi Para Pengganggu Tetangga
Pembaca, ....... semoga Anda selalu istiqomah di atas jalan-Nya.
Sungguh, mengganggu, menyakiti, dan menzalimi tetangga membawa petaka bagi kehidupan kita.
Wahai muslimah, jangan tertipu oleh banyaknya ibadah, puasa, dan sedekah yang Anda lakukan, jika lisan Anda sangat tajam dan menyakiti tetangga.
Bacalah hadits yang diceritakan oleh Abu Huroiroh radliallohu ‘anhu .
Pada suatu hari Nabi صلى الله عليه وسلم  ditanya, “ Wahai Rosululloh, sesungguhnya si Fulanah itu biasa mengerjakan sholat malam, berpuasa pada siang hari, melakukan amalan kebaikan ini dan itu, dan bersedah. Namun, dia suka menyakiti tetangganya dengan lisannya.”
Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Tidak ada kebaikan padanya, Dia termasuk penduduk neraka.”
Para shahabat bertanya lagi, “ Ada juga Fulanah. Dia hanya mengerjakan sholat wajib dan bersedekah dengan sepotong keju, tetapi dia tidak pernah menyakiti seorang pun.”
Rosululloh   bersabda, “Dia termasuk penduduk surga.”
(HR. Al-Bukhori dalam al-Adabul Mufrod, dinilai shohih oleh al-Imam al-Albani  dalam Shohihah).
Wahai Saudaraku ...... ,
Renungkanlah hadits diatas. Sungguh jauh perbedaan amal sholih yang dilakukan oleh kedua Fulanah di atas.
Tinggal kita berkaca pada diri yang lemah ini. Seberapa banyakkah amalan sholih yang telah kita lakukan jika dibandingkan dengan Fulanah di atas, sehingga kita berani melakukan perbuatan yang bisa menyebabkan badan kita terbakar api neraka?
Semoga Alloh تعالى  melindungi kita dari siksa neraka.
                                                                            Wallahu a’lam bish showab.
Sumber : majalah Qonitah ed 20 vol 02  2015